Jenis-jenis Musuh Alami Ulat Kantong
Pengendalian hayati ulat kantong di perkebunan kelapa sawit
melibatkan berbagai jenis musuh alami, yang dapat dikelompokkan menjadi
predator serangga, parasitoid, dan patogen entomopatogen.
Predator Serangga
Predator adalah jenis serangga yang secara aktif memburu dan
memangsa serangga hama atau serangga lain untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Mereka sering kali memangsa mangsa yang sama pada fase pradewasa maupun dewasa.
Kepik Buas
- Eocanthecona
furcellata (Hemiptera: Pentatomidae; Asopinae): Kepik buas ini
merupakan predator yang sangat efektif untuk berbagai hama ulat pemakan
daun, termasuk ulat api (Setothosea asigna, Setora nitens)
dan ulat kantong (Mahasena corbetti). Mereka memangsa dengan cara
menusuk tubuh mangsa dan mengisap cairan tubuhnya.
- Biologi
dan Potensi: Eocanthecona furcellata memiliki siklus hidup
yang relatif pendek (sekitar 1 bulan), kemampuan berbiak yang tinggi, dan
umur imago (dewasa) yang panjang (sekitar 2 bulan). Betina mampu
meletakkan telur pada helaian daun kelapa sawit, memastikan baik nimfa
maupun imago dapat hidup dan aktif memangsa ulat api di kanopi tanaman.
- Efektivitas:
Daya predasi E. furcellata sangat tinggi, dengan kemampuan
memangsa sekitar 1 ekor larva ulat api per hari per imago. Pelepasan 3-4
imago per tanaman kelapa sawit pada kondisi populasi hama yang padat (3-6
ekor ulat api per pelepah) dapat menjaga populasi hama di bawah ambang
batas ekonomi.
- Perbanyakan Massal: Salah satu kendala dalam perbanyakan massal predator adalah ketersediaan mangsa hidup yang konsisten. Namun, penelitian menunjukkan bahwa Eocanthecona furcellata dapat diperbanyak secara massal menggunakan ulat mati yang telah diawetkan di dalam kotak pembeku pada suhu sekitar -18°C. Inovasi ini secara signifikan menurunkan biaya logistik dan operasional dalam program perbanyakan massal predator. Hal ini membuat strategi pengendalian hayati berbasis predator menjadi lebih layak secara ekonomi dan dapat diterapkan dalam skala yang lebih besar di perkebunan, mendukung adopsi PHT secara lebih luas. Ini adalah contoh bagaimana riset aplikatif dapat memecahkan hambatan praktis dalam implementasi biokontrol.
- Sycanus
sp. (Hemiptera: Reduviidae): Kepik buas dari genus Sycanus
merupakan predator penting bagi ulat pemakan daun kelapa sawit, termasuk
ulat kantong (Metisa plana), ulat api, dan ulat bulu.
- Efektivitas: Sycanus sp. mampu menekan populasi hama dalam waktu yang relatif singkat, yaitu 15-30 menit setelah predasi. Spesies ini memiliki kemampuan tinggi dalam mencari mangsa, bahkan ketika populasi mangsa rendah. Selain itu,Sycanus sp. memiliki fekunditas yang tinggi, umur imago yang panjang (sekitar 2 bulan), kemampuan untuk menduduki semua relung mangsa, dan rostrum (mulut penusuk) yang panjang, yang memfasilitasi serangannya pada berbagai ukuran larva dibandingkan serangga predator lainnya.
- Perbanyakan:
Sycanus sp. relatif mudah dibudidayakan secara massal di
laboratorium, menjadikannya kandidat yang baik untuk program pelepasan
augmentatif.
- Cosmolestes
picticeps (Reduviidae): Predator ini juga teridentifikasi sebagai
predator Metisa plana. Populasinya ditemukan tinggi di area wabah M.
plana, menunjukkan perannya yang signifikan sebagai predator utama
dalam menekan populasi hama.
Kumbang
- Cillimerus
arcufer Chapuis (Coleoptera: Cleridae): Kumbang ini diidentifikasi
sebagai salah satu pemangsa utama ulat kantong, khususnya Metisa plana.
Peran kumbang predator ini melengkapi spektrum musuh alami yang dapat
dimanfaatkan dalam PHT.
Mekanisme Predasi dan Potensi Pemanfaatan
Predator serangga membunuh mangsanya dengan berbagai cara, termasuk menusuk dan mengisap cairan tubuh atau memakan seluruh tubuh mangsa. Potensi besar terletak pada kemampuan pembiakan massal predator-predator ini, diikuti dengan pelepasan augmentatif di lapangan.
Tindakan ini dapat menekan populasi hama secara cepat dalam jangka pendek dan diharapkan dapat menggeser keseimbangan alami ke arah yang lebih menguntungkan dalam jangka panjang, sehingga mencegah ledakan populasi hama berikutnya.
Untuk melestarikan dan meningkatkan populasi predator di lapangan, pengurangan penggunaan insektisida kimia dan herbisida sangat penting. Gulma, misalnya, dapat berfungsi sebagai sumber pakan alternatif atau tempat berlindung bagi imago parasitoid dan predator, sehingga pengelolaan vegetasi bawah yang bijaksana dapat mendukung keberadaan musuh alami.
Tabel: Jenis Predator Serangga Utama Ulat Kantong dan
Mangsanya
Jenis Predator |
Ordo/Famili |
Mangsa Utama |
Mekanisme Predasi |
Keunggulan /Karakteristik
Kunci |
Eocanthecona furcellata |
Hemiptera: Pentatomidae |
Ulat kantong (Mahasena
corbetti), Ulat api (Setothosea asigna, Setora nitens) |
Menusuk dan mengisap cairan
tubuh |
Siklus hidup pendek, fekunditas
tinggi, umur imago panjang, dapat diperbanyak dengan mangsa mati |
Sycanus sp. |
Hemiptera: Reduviidae |
Ulat kantong (Metisa plana),
Ulat api, Ulat bulu |
Memangsa langsung, menusuk dan
mengisap |
Daya predasi cepat (15-30
menit), kemampuan mencari mangsa tinggi, fekunditas tinggi, rostrum panjang |
Cosmolestes picticeps |
Hemiptera: Reduviidae |
Ulat kantong (Metisa plana) |
Memangsa langsung |
Populasinya meningkat di area
wabah M. plana, predator utama |
Cillimerus arcufer
Chapuis |
Coleoptera: Cleridae |
Ulat kantong (Metisa plana) |
Memangsa langsung |
Salah satu pemangsa utama ulat
kantong |
Tabel ini berfungsi sebagai referensi cepat bagi manajer
perkebunan untuk mengidentifikasi predator yang paling sesuai berdasarkan jenis
ulat kantong yang menyerang dan karakteristik biologis predator. Informasi
tentang daya predasi dan kemampuan perbanyakan membantu dalam merencanakan
strategi pelepasan augmentatif (jumlah dan frekuensi) untuk mencapai kontrol
yang efektif. Menyajikan data dari penelitian (misalnya, daya predasi E.
furcellata 1 ekor/hari/imago ) memberikan dasar ilmiah yang kuat untuk
rekomendasi penggunaan predator. Ini juga menekankan bahwa ada beberapa pilihan
predator yang dapat digunakan, dan kombinasi mungkin lebih efektif dalam
skenario PHT.
Parasitoid
Parasitoid adalah serangga yang menghabiskan sebagian besar
siklus hidupnya pada atau di dalam tubuh inang (hama), yang pada akhirnya
menyebabkan kematian inang tersebut. Mereka merupakan faktor mortalitas alami
yang sangat penting bagi populasi ulat kantong, berperan sebagai regulator
alami yang menjaga keseimbangan ekosistem.
Jenis-jenis Parasitoid
Beberapa jenis parasitoid telah diidentifikasi berasosiasi
dengan ulat kantong di perkebunan kelapa sawit:
- Diadegma
sp.: Spesies ini ditemukan berasosiasi dengan ulat kantong Metisa
plana dan Mahasena corbetti. Keberadaannya menunjukkan potensi
sebagai agen pengendali hayati.
- Dirhinus
sp.: Juga ditemukan berasosiasi dengan Metisa plana dan Mahasena
corbetti.
- Paraphylax
varius: Spesies ini juga teridentifikasi berasosiasi dengan Metisa
plana dan Mahasena corbetti.
- Telenomus sp.: Ditemukan berasosiasi dengan ulat kantong Metisa plana dan Mahasena corbetti. Secara lebih spesifik, Telenomus podisi dilaporkan memiliki tingkat parasitisasi yang tinggi, mencapai 76.92%, pada telur hama pemakan daun lain seperti Birthosea bisura.
- Parasitoid Lainnya: Selain spesies di atas, beberapa parasitoid lain yang penting bagi ulat pemakan daun kelapa sawit meliputi Brachymeria lasus, Spinaria spinator, Fornicia ceylonica, Apanteles aluella, A. metisae, dan Trichogrammatoidea thoseae. Observasi menunjukkan bahwa Apanteles sp. diketahui memparasitasi hingga 60% larva muda Mahasena corbetti. Dolichogenidea metesae juga merupakan parasitoid penting bagi Metisa plana, dengan tingkat parasitisasi yang bervariasi antara 18-70%.
Mekanisme Parasitisme dan Dampaknya pada Populasi Hama
Parasitoid betina meletakkan telurnya di dalam atau pada tubuh inang, biasanya pada stadia telur atau larva hama. Setelah menetas, larva parasitoid akan berkembang dengan memakan inang dari dalam, yang pada akhirnya menyebabkan kematian inang tersebut. Mekanisme ini sangat efektif dalam menekan populasi hama. Tingkat parasitisasi dapat sangat tinggi, seperti yang dilaporkan mencapai 18-70% untuk Metisa plana oleh D. metesae dan bahkan hingga 95% parasitisasi larva di perkebunan kelapa sawit muda.
Pemanfaatan Tanaman Refugia untuk Mendukung Populasi Parasitoid
Konservasi dan peningkatan populasi parasitoid dapat ditingkatkan secara signifikan melalui penanaman tanaman refugia. Tanaman refugia adalah tanaman yang menyediakan sumber nektar dan serbuk sari sebagai makanan bagi parasitoid dewasa, serta menyediakan tempat berlindung dan berkembang biak.
Contoh tanaman refugia yang efektif meliputi bunga pukul delapan (Turnera subulata), Cassia cobanensis, Crotalaria usaramoensis, dan Antigonon leptopus (bunga air mata pengantin).
Penanaman refugia terbukti dapat memperpanjang umur parasitoid dewasa dan meningkatkan aktivitas mereka dalam mencari inang. Studi menunjukkan bahwa di area yang ditanami refugia, jumlah ulat kantong menurun sementara populasi musuh alami meningkat secara relatif.
Dengan menyediakan sumber daya yang dibutuhkan parasitoid, keberadaan mereka di perkebunan dapat dipertahankan dan ditingkatkan, sehingga menjadi bagian integral dari strategi PHT yang berkelanjutan.
Patogen Entomopatogen
Patogen entomopatogen adalah mikroorganisme (bakteri, jamur,
virus) yang menyebabkan penyakit pada serangga hama, yang pada akhirnya
menyebabkan kematian. Penggunaan patogen ini sebagai bioinsektisida merupakan
alternatif yang ramah lingkungan dibandingkan insektisida kimia.
Bacillus thuringiensis (Bt)
- Bacillus
thuringiensis (Bt): Bakteri ini adalah agen pengendali hayati yang
sangat potensial dan telah banyak digunakan untuk mengendalikan hama ulat,
termasuk ulat kantong.
- Mekanisme
Kerja: Ketika larva ulat kantong memakan daun kelapa sawit yang telah
disemprot dengan larutan Bt, kristal protein toksik yang dihasilkan oleh
bakteri (disebut delta-endotoksin atau protein Cry) akan masuk ke dalam
sistem pencernaan ulat. Di lingkungan usus ulat yang bersifat basa (pH
sekitar 9.5), protoxin ini larut dan diaktifkan oleh enzim. Protein aktif
ini kemudian berikatan dengan reseptor spesifik pada permukaan sel epitel
usus tengah ulat, menyebabkan terbentuknya pori-pori atau lubang pada
sel. Kerusakan ini mengganggu keseimbangan ion, menyebabkan sel
membengkak dan pecah (lisis), yang pada akhirnya melumpuhkan sistem
pencernaan ulat.
- Gejala
dan Efektivitas: Dalam waktu 24 jam setelah terpapar Bt, ulat akan
menunjukkan gejala seperti penurunan nafsu makan, gerakan melambat, dan
perubahan warna kantung menjadi hijau kecoklatan. Antara hari ke-3 hingga
ke-5, kantung akan menghitam, tubuh ulat melunak, dan mengeluarkan cairan
coklat gelap berbau busuk. Kematian ulat biasanya terjadi dalam 2-3 hari,
meskipun untuk larva yang lebih besar mungkin memerlukan waktu lebih lama
atau konsentrasi Bt yang lebih tinggi. Penelitian menunjukkan bahwa
aplikasi Bt dapat menyebabkan mortalitas Metisa plana hingga
96-99% dalam tujuh hari.
- Keunggulan:
Bt sangat spesifik terhadap hama ulat (ordo Lepidoptera), sehingga tidak
berbahaya bagi serangga bermanfaat seperti predator, parasitoid, dan
serangga penyerbuk (misalnya lebah Elaeidobius kamerunicus). Ini
menjadikannya pilihan yang aman dalam program PHT dan mendukung
keberlanjutan perkebunan kelapa sawit. Bt juga diklasifikasikan dalam
toksikologi kelas IV, menunjukkan efek langsung yang minimal pada manusia
dan mamalia.
- Aplikasi:
Bt paling efektif diaplikasikan pada stadia larva muda yang masih aktif
makan. Dosis yang direkomendasikan untuk Metisa plana adalah
0.625-1.25 ml/l atau 250-500 ml/ha. Aplikasi dapat diulang 2-3 kali
dengan interval 10-14 hari untuk meningkatkan efektivitas, terutama jika
stadia hama heterogen di lapangan.
Jamur Entomopatogen
- Jamur
Beauveria bassiana dan Metarhizium anisopliae: Jamur ini
juga menunjukkan hasil yang menjanjikan dalam menyebabkan mortalitas pada
ulat hama. Jamur ini menginfeksi serangga melalui kutikula, tumbuh di
dalam tubuh inang, dan menyebabkan kematian. Meskipun efektif di
laboratorium, hasil di lapangan kadang-kadang belum konsisten.
Peran Burung Hantu (Tyto alba) dalam Ekosistem Kelapa Sawit
Meskipun kueri pengguna secara eksplisit menyebut burung hantu untuk mengendalikan ulat kantong, data ilmiah yang tersedia secara konsisten menunjukkan bahwa Tyto alba (Serak Jawa) adalah predator utama hama tikus (Rattus spp.) di perkebunan kelapa sawit, bukan ulat kantong secara langsung. Ini menunjukkan adanya kesenjangan antara persepsi umum dan fungsi ekologis sebenarnya dari Tyto alba di perkebunan.
Peran Tyto alba dalam ekosistem kelapa sawit sangat vital dalam menjaga keseimbangan. Dengan mengendalikan populasi tikus, yang merupakan hama utama buah sawit yang menyebabkan kerugian produksi signifikan (hingga 10-15% produksi TBS jika tidak terkendali) Tyto alba secara tidak langsung mengurangi stres keseluruhan pada tanaman kelapa sawit.
Tanaman yang lebih sehat dan ekosistem yang seimbang (dengan populasi tikus terkendali) lebih mampu menahan serangan hama lain, termasuk ulat kantong, dan mendukung populasi musuh alami ulat kantong yang lebih efektif.
Ini adalah contoh bagaimana satu agen pengendali hayati dapat memberikan manfaat berantai di seluruh ekosistem perkebunan, meskipun perannya dalam mengendalikan ulat kantong bersifat tidak langsung.
Biologi dan Kemampuan Predasi Tyto alba
- Tyto
alba adalah burung hantu nokturnal yang memiliki kemampuan berburu
luar biasa. Mereka memiliki penglihatan tajam (iris mata hitam) dan
pendengaran di atas rata-rata, yang memungkinkan mereka mengetahui lokasi
mangsa dengan akurasi tinggi bahkan tanpa cahaya.
- Mereka
dapat terbang secara hening dan memiliki daya jangkau hingga 12 kilometer.
- Tyto
alba mampu memangsa 2-3 ekor tikus per hari dan dapat berburu lebih
banyak tikus dari yang mereka makan, bahkan menyimpan mangsa di sarangnya.
Bagian yang tidak dimakan seperti bulu dan tulang akan dimuntahkan kembali
dalam bentuk pelet.
- Efektivitas
Tyto alba dalam mengendalikan tikus telah terbukti. Sepasang burung
hantu Tyto alba saja mampu mengendalikan tikus pada luasan hingga
40 hektar lahan. Data sensus selama lima tahun terakhir di perkebunan
kelapa sawit menunjukkan bahwa penggunaan Tyto alba dapat menjaga
tingkat serangan tikus di bawah ambang batas ekonomis (<5%). Beberapa
perusahaan bahkan melaporkan penurunan penggunaan rodentisida hingga 45%
berkat pemanfaatan burung hantu.
Metode Pemanfaatan dan Pengelolaan Habitat
Untuk menarik dan mempertahankan populasi Tyto alba
di perkebunan kelapa sawit, diperlukan pengelolaan habitat yang tepat, terutama
karena mereka tidak membuat sarang sendiri.
- Pemasangan
Gupon (Rumah Burung Hantu): Gupon atau kotak sarang adalah struktur
buatan yang disediakan sebagai tempat tinggal dan berkembang biak bagi Tyto
alba.
- Desain
dan Penempatan: Gupon biasanya ditempatkan pada ketinggian sekitar 4
meter dari permukaan tanah untuk menghindari serangan predator telur dan
anakannya. Desain gupon dapat sederhana, terbuat dari bahan seperti kayu
lapis atau papan kayu.
- Adaptasi
dan Pelepasan: Burung hantu muda yang telah mencapai usia dewasa
(sekitar 90 hari) dipindahkan dari tempat penangkaran ke gupon lapangan.
Proses pemindahan dilakukan menjelang malam (sekitar pukul 18.30) dengan
memasukkan sepasang Tyto alba jantan dan betina ke dalam gupon.
Selama 3 hari pertama, mereka diberi makan tikus mati. Setelah itu, pintu
gupon dibuka dan tikus hidup diikat di bawah gupon selama 3 hari
berikutnya untuk melatih mereka berburu secara mandiri.
- Pemantauan:
Pemantauan rutin gupon (setiap pagi dan dua kali seminggu) diperlukan
untuk memastikan keberadaan dan aktivitas Tyto alba, serta kondisi
gupon.
- Pengelolaan
Populasi dan Perkembangbiakan: Tyto alba dapat berkembang biak
dua kali setahun, dengan 3-4 telur per musim kawin. Keberadaan telur dan
anakan di dalam gupon menunjukkan keberhasilan perkembangbiakan.
Ketersediaan tikus sebagai mangsa utama sangat memengaruhi populasi Tyto
alba; peningkatan populasi tikus akan diikuti oleh peningkatan
populasi burung hantu.
- Tantangan
dalam Pengelolaan: Meskipun efektif, implementasi Tyto alba
menghadapi beberapa tantangan, seperti persaingan habitat, aktivitas alat
berat di perkebunan, tanaman kelapa sawit yang masih rendah, dan
penggunaan bahan kimia yang berlebihan di sekitar gupon. Penggunaan
rodentisida kimia, terutama yang bersifat antikoagulan generasi kedua,
dapat menyebabkan keracunan sekunder pada Tyto alba yang memangsa
tikus teracuni, sehingga mengganggu upaya pengendalian hayati. Oleh karena
itu, koordinasi yang baik antara pengendalian hayati dan praktik agronomis
lainnya sangat penting.
Posting Komentar untuk "Jenis-jenis Musuh Alami Ulat Kantong"
Silahkan bertanya!!!
Posting Komentar