Panduan Lengkap Hama Kelapa Sawit: Identifikasi, Dampak, dan Strategi Pengendalian Terpadu
Kelapa sawit merupakan komoditas strategis yang menopang perekonomian Indonesia, dengan sentra produksi utama tersebar di berbagai wilayah, termasuk Sumatera. Namun, di balik potensi ekonominya yang besar, terdapat ancaman senyap yang mampu menggerus produktivitas secara signifikan: serangan Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT), khususnya hama. Kehadiran hama di perkebunan kelapa sawit bukan hanya masalah teknis, melainkan tantangan ekonomi dan ekologis yang menuntut pengelolaan cermat dan berkelanjutan.
Kerugian yang ditimbulkan oleh hama bersifat multifaset. Ini bukan sekadar penurunan kuantitas Tandan Buah Segar (TBS) yang dipanen. Serangan hama juga secara langsung merusak kualitas minyak sawit mentah (CPO), seperti yang terjadi pada serangan tikus yang meningkatkan kadar Asam Lemak Bebas (ALB atau Free Fatty Acid), sehingga menurunkan nilai jual CPO. Lebih jauh lagi, serangan pada tanaman muda, seperti oleh kumbang tanduk, dapat menyebabkan kematian tanaman hingga 2,5%, yang memaksa dilakukannya penyulaman atau penanaman ulang—sebuah proses yang tidak hanya memakan biaya bibit dan tenaga kerja, tetapi juga menunda masa panen dan mengganggu siklus produksi.
Untuk menghadapi ancaman kompleks ini, pendekatan pengendalian yang reaktif dan hanya mengandalkan satu metode tidak lagi memadai. Diperlukan sebuah kerangka kerja holistik yang dikenal sebagai Pengendalian Hama Terpadu (PHT). PHT adalah sebuah filosofi pengelolaan ekosistem yang cerdas, yang mengintegrasikan berbagai metode pengendalian—mulai dari kultur teknis, hayati, mekanis, hingga kimiawi—berdasarkan data monitoring yang akurat dan pertimbangan ambang ekonomi.
Artikel ini akan menjadi panduan komprehensif Anda untuk mengidentifikasi hama-hama utama yang menyerang perkebunan kelapa sawit di Indonesia, seperti Oryctes rhinoceros (kumbang tanduk), Setothosea asigna (ulat api), Metisa plana (ulat kantong), dan Rattus tiomanicus (tikus). Lebih dari itu, laporan ini akan menguraikan secara mendalam strategi pengendalian terpadu yang efektif, efisien, dan ramah lingkungan untuk setiap hama, membekali para praktisi kebun dengan pengetahuan untuk melindungi aset perkebunan mereka secara berkelanjutan.
Tabel 1: Profil Hama Utama Perkebunan Kelapa Sawit
Nama Hama (Umum & Ilmiah) | Tipe Hama | Bagian Tanaman yang Diserang | Gejala Khas | Potensi Kerugian Ekonomi |
---|---|---|---|---|
Kumbang Tanduk (Oryctes rhinoceros) | Penggerek Pucuk | Pupus dan titik tumbuh tanaman muda (0-3 tahun) | Daun yang membuka menunjukkan guntingan simetris berbentuk "V" | Penurunan produksi TBS hingga 69%, kematian tanaman muda |
Ulat Api (Setothosea asigna, dll.) | Pemakan Daun (Defoliator) | Helai daun, terutama pelepah bawah dan tua | Daun berlubang hingga hanya tersisa tulang daun (lidi) | Penurunan produksi hingga 69% pada tahun pertama setelah serangan berat |
Ulat Kantong (Metisa plana, dll.) | Pemakan Daun (Defoliator) | Helai daun | Daun berlubang-lubang, mengering, dan tajuk tampak seperti terbakar | Kehilangan daun hingga 50-75%, penurunan produksi hingga 40% |
Tikus (Rattus tiomanicus) | Pengerat | Bonggol (tanaman muda), buah (mentah & masak), bunga jantan | Bekas keratan pada buah, bunga jantan rusak, tanaman muda mati | Penurunan kuantitas dan kualitas CPO (peningkatan FFA), kematian bibit |
Bab 1: Kumbang Tanduk (Oryctes rhinoceros) – Perusak Titik Tumbuh Tanaman Muda
Kumbang tanduk, atau secara ilmiah dikenal sebagai Oryctes rhinoceros L., merupakan salah satu hama paling merusak, terutama pada fase tanaman belum menghasilkan (TBM) dan areal peremajaan kelapa sawit. Kemampuannya menyerang titik tumbuh tanaman menjadikannya ancaman serius yang dapat menyebabkan kematian tanaman dan kerugian ekonomi yang besar.
[Gambar: Kumbang tanduk dewasa (Oryctes rhinoceros) dengan ciri khas tanduk di kepalanya.]
1.1. Profil Sang Hama: Klasifikasi dan Morfologi
Secara taksonomi, kumbang tanduk termasuk dalam Ordo Coleoptera dan Famili Scarabaeidae. Kumbang dewasa (imago) mudah dikenali dari penampilannya yang kokoh, berwarna hitam atau cokelat kehitaman, dengan panjang tubuh bervariasi antara 35 hingga 55 mm. Ciri paling khas adalah tanduk di kepalanya, yang juga menjadi pembeda jenis kelamin. Kumbang jantan memiliki tanduk yang lebih panjang dan melengkung ke belakang, sedangkan pada betina tanduk hanya berupa tonjolan kecil.
Fase larva, yang dikenal sebagai uret atau lundi, memiliki penampilan yang sangat berbeda. Larva berukuran besar, dapat mencapai panjang 10-12 cm, dengan tubuh gemuk berwarna putih kekuningan dan berbentuk seperti huruf "C". Kepalanya berwarna cokelat kemerahan dan dilengkapi dengan tiga pasang kaki. Penting untuk dicatat bahwa pada fase larva ini, O. rhinoceros tidak merusak tanaman kelapa sawit yang hidup.
1.2. Siklus Hidup: Dari Telur Hingga Kumbang Dewasa
O. rhinoceros mengalami metamorfosis sempurna yang terdiri dari empat tahap kehidupan yang jelas, dengan total siklus hidup berkisar antara 4 hingga 9 bulan, tergantung pada kondisi lingkungan seperti iklim dan ketersediaan makanan.
Telur: Kumbang betina meletakkan 30 hingga 70 butir telur berwarna putih di dalam tumpukan bahan organik yang membusuk, seperti kompos, serasah daun, pupuk kandang, dan yang paling signifikan di perkebunan sawit adalah tumpukan batang sawit yang telah dicacah saat peremajaan. Telur-telur ini akan menetas setelah sekitar 11 hingga 13 hari.
Larva: Setelah menetas, larva akan hidup dan berkembang di dalam tumpukan bahan organik tersebut selama 4 hingga 6 bulan. Selama periode ini, larva melewati tiga instar (tahapan pertumbuhan). Larva memakan bahan organik yang membusuk, bukan jaringan tanaman hidup. Fase inilah yang menjadi titik kritis dalam strategi pengendalian, karena larva terkonsentrasi di breeding site dan belum menyebabkan kerusakan langsung pada tanaman.
Pupa (Kepompong): Setelah mencapai ukuran maksimal, larva akan membentuk kokon dari material di sekitarnya dan memasuki fase pupa. Fase ini berlangsung selama 18 hingga 23 hari, di mana ia bertransformasi menjadi kumbang dewasa.
Imago (Dewasa): Kumbang dewasa akan muncul dari pupa dan tetap berada di dalam kokon selama beberapa hari sebelum akhirnya terbang keluar. Kumbang dewasa aktif pada malam hari (nokturnal) untuk mencari makan dan pasangan. Mereka memiliki kemampuan terbang yang baik, dapat menjangkau jarak hingga 400 meter dalam satu malam, dan bahkan bisa terbang sejauh 10 km jika sumber makanan menipis.
1.3. Gejala Serangan dan Dampak Ekonomi
Kerusakan pada tanaman kelapa sawit hanya disebabkan oleh kumbang dewasa (imago). Serangan paling parah terjadi pada tanaman muda berumur 0-3 tahun, terutama di areal peremajaan di mana ketersediaan breeding site melimpah. Kumbang dewasa terbang ke tajuk tanaman pada malam hari dan menggerek bagian pupus atau titik tumbuh yang masih lunak dan belum membuka untuk menghisap cairan dan memakan jaringannya.
Gejala serangan kumbang tanduk sangat khas dan menjadi penanda diagnostik utama di lapangan. Kerusakan akibat gerekan tidak langsung terlihat. Baru setelah 1-2 bulan, ketika pelepah daun yang digerek tumbuh dan membuka, akan tampak bekas guntingan simetris yang khas menyerupai huruf "V". Serangan pada satu titik dapat merusak beberapa pelepah sekaligus. Jika gerekan mengenai titik tumbuh, tanaman akan mati. Dampak ekonominya sangat signifikan; serangan pada pelepah daun saja dapat menyebabkan penurunan produksi Tandan Buah Segar (TBS) hingga 69%.
[Gambar: Gejala serangan khas kumbang tanduk berupa guntingan daun berbentuk 'V' pada pelepah kelapa sawit.]
1.4. Strategi Pengendalian Terpadu untuk Oryctes rhinoceros
Pengendalian kumbang tanduk yang paling efektif adalah yang bersifat proaktif dan menargetkan pemutusan siklus hidup pada fase larva, bukan sekadar bereaksi terhadap imago yang sudah merusak. Ada hubungan kausal yang kuat antara praktik peremajaan (replanting) dengan ledakan populasi hama ini. Proses peremajaan secara inheren menghasilkan biomassa batang sawit lapuk dalam jumlah besar, yang merupakan habitat perkembangbiakan ideal bagi larva Oryctes. Oleh karena itu, ledakan hama ini bukanlah peristiwa acak, melainkan konsekuensi ekologis yang dapat diprediksi. Ini mengimplikasikan bahwa manajemen biomassa dan pengendalian hayati harus menjadi Standar Operasional Prosedur (SOP) wajib dalam setiap kegiatan peremajaan.
a. Pencegahan Melalui Kultur Teknis (Sanitasi): Ini adalah lini pertahanan pertama dan terpenting. Tumpukan batang kelapa sawit tua hasil peremajaan harus dihancurkan dan disebarkan secara merata dalam lapisan tipis di gawangan. Tindakan ini akan membuat tumpukan tersebut lebih cepat kering dan tidak lagi menjadi lingkungan yang lembab dan ideal bagi perkembangan larva. Pengelolaan tandan kosong juga harus diperhatikan agar tidak menjadi breeding site alternatif.
b. Pengendalian Mekanis dan Fisik:
Pengutipan Larva: Saat melakukan sanitasi dan pembongkaran breeding site, larva (uret) yang ditemukan harus dikumpulkan secara manual dan dimusnahkan.
Pemerangkapan Massal: Pemasangan perangkap feromon (Ferotrap) merupakan metode yang sangat efektif untuk menangkap imago dewasa. Perangkap ini menggunakan feromon agregasi sintetik (ethyl-4-methyl octanoate) yang mampu menarik baik kumbang jantan maupun betina. Pemasangan perangkap ini berfungsi ganda sebagai alat monitoring populasi dan alat penangkapan massal untuk mengurangi jumlah imago yang siap merusak tanaman.
[Gambar: Perangkap feromon (Ferotrap) yang dipasang di perkebunan kelapa sawit untuk menangkap kumbang tanduk dewasa.]
c. Pengendalian Hayati: Menyerang di Fase Terlemah:
Aplikasi jamur entomopatogen Metarhizium anisopliae adalah senjata biologis yang ampuh untuk menargetkan fase larva. Jamur ini diaplikasikan dengan cara ditaburkan pada tumpukan bahan organik atau breeding site. Spora jamur akan menempel pada kutikula larva, kemudian berkecambah, menembus masuk ke dalam tubuh, dan berkembang biak di dalamnya, yang pada akhirnya menyebabkan larva mati dan mengeras seperti mumi berwarna kehijauan. Metode ini sangat efektif karena menyerang hama pada fase yang paling rentan dan terkonsentrasi, sehingga memutus siklus hidupnya sebelum menjadi imago perusak.
[Gambar: Larva kumbang tanduk yang mati dan mengeras karena terinfeksi jamur Metarhizium anisopliae.]
Bab 2: Ulat Api (Famili: Limacodidae) – Defoliator Paling Rakus
Ulat api adalah sekelompok hama pemakan daun (defoliator) dari Famili Limacodidae yang terkenal sangat rakus dan sering menyebabkan kerusakan parah di perkebunan kelapa sawit. Nama "ulat api" merujuk pada bulu-bulu (duri) pada tubuhnya yang jika tersentuh dapat menyebabkan sensasi panas, gatal, dan iritasi pada kulit manusia. Ledakan populasi ulat api dapat terjadi dengan sangat cepat dan menyebabkan daun tanaman habis dalam waktu singkat.
2.1. Identifikasi Spesies Utama dan Ciri Khasnya
Meskipun ada banyak spesies, beberapa jenis ulat api yang paling sering dilaporkan sebagai hama penting di Indonesia antara lain:
Setothosea asigna: Dianggap sebagai jenis ulat api terpenting dan paling merusak. Larvanya berwarna hijau kekuningan dengan bercak-bercak khas berbentuk seperti piramida di punggungnya. Ukuran dewasanya dapat mencapai panjang 30-36 mm.
Setora nitens: Mirip dengan S. asigna, larvanya berwarna hijau kekuningan dan bisa berubah menjadi kemerahan saat akan menjadi kepompong. Ciri khasnya adalah adanya satu garis membujur berwarna biru keunguan di tengah punggung. Ukurannya bisa mencapai 40 mm.
Darna trima (atau Ploneta diducta): Memiliki ukuran yang lebih kecil, sekitar 15-18 mm. Warnanya bervariasi dari kelabu hingga coklat kemerahan, dengan pola garis kekuningan di punggung yang membentuk semacam jaring dan bercak hitam berbentuk segitiga.
2.2. Siklus Hidup dan Perilaku Makan
Siklus hidup ulat api terdiri dari empat tahap (telur, larva, pupa, imago) dengan durasi yang berbeda-beda antarspesies, yang mempengaruhi kecepatan ledakan populasinya:
Siklus Hidup S. asigna: Paling lama, berkisar antara 106-138 hari.
Siklus Hidup S. nitens: Relatif pendek, sekitar 42 hari.
Siklus Hidup D. trima: Sekitar 60 hari.
Tahapan siklusnya secara umum adalah sebagai berikut:
Telur: Berbentuk oval, transparan, dan diletakkan secara berkelompok (pada S. asigna) atau individual (pada D. trima) di permukaan bawah helaian daun.
Larva: Ini adalah fase yang paling merusak. Setelah menetas, larva muda (instar awal) biasanya makan secara bergerombol, mengikis permukaan bawah daun dan hanya menyisakan lapisan epidermis atas. Ini menciptakan gejala seperti jendela transparan pada daun. Larva yang lebih tua menjadi lebih soliter dan memakan seluruh helai daun dengan sangat rakus.
Pupa: Setelah fase larva selesai, ulat akan membentuk kokon yang keras, berbentuk bulat telur, dan berwarna coklat. Pupa biasanya ditemukan di sekitar pangkal batang kelapa sawit atau di atas permukaan tanah yang gembur.
Imago: Dari pupa akan keluar ngengat dewasa yang aktif pada malam hari. Ngengat betina dapat menghasilkan ratusan telur selama hidupnya yang singkat, memulai siklus baru.
2.3. Gejala Serangan dan Ambang Batas Pengendalian
Serangan ulat api sangat mudah dikenali. Gejala dimulai dari pelepah daun bagian bawah dan bergerak ke atas. Daun yang diserang akan tampak berlubang-lubang, kemudian helai daun akan habis dimakan hingga hanya menyisakan tulang daun atau lidi. Pada serangan yang sangat berat, tajuk tanaman bisa kehilangan hingga 90% dari total daunnya, membuat kebun tampak seperti terbakar.
Kerusakan daun ini secara langsung mengganggu proses fotosintesis, yang berakibat fatal pada produksi. Data menunjukkan bahwa serangan berat dapat menurunkan produksi TBS hingga 69% pada tahun pertama dan 27% pada tahun kedua setelah serangan.
Karena dampaknya yang masif, tindakan pengendalian harus didasarkan pada monitoring populasi yang cermat. Penggunaan insektisida kimia hanya direkomendasikan jika populasi hama telah melampaui Ambang Kritis atau Ambang Ekonomi. Ambang ini bervariasi untuk setiap spesies:
Setothosea asigna: 5-10 ulat per pelepah.
Setora nitens: 5-10 ulat per pelepah.
Darna trima: 10-20 ulat per pelepah.
Tabel 2: Perbandingan Spesies Ulat Api Utama pada Kelapa Sawit
Gambar Ulat | Nama Spesies | Ciri Khas Larva | Durasi Siklus Hidup | Ambang Populasi Kritis (ulat/pelepah) |
---|---|---|---|---|
Setothosea asigna | Hijau kekuningan dengan bercak khas di punggung | 106-138 hari | 5-10 | |
Setora nitens | Hijau dengan garis biru keunguan membujur di punggung | 42 hari | 5-10 | |
Darna trima | Coklat kemerahan dengan pola jaring kekuningan | 60 hari | 10-20 |
2.4. Strategi Pengendalian Terpadu untuk Ulat Api
Pengendalian ulat api adalah contoh klasik di mana pendekatan ekologis melalui konservasi musuh alami terbukti lebih unggul dan berkelanjutan dalam jangka panjang dibandingkan intervensi kimiawi semata. Ekosistem perkebunan kelapa sawit sebenarnya memiliki mekanisme kontrol alami. Penggunaan insektisida spektrum luas secara tidak bijaksana dapat membunuh populasi musuh alami, seperti predator Sycanus sp.. Ketika populasi ulat api kembali muncul, tidak ada lagi predator yang dapat menekan populasinya, yang justru memicu ledakan hama yang lebih parah dan menciptakan siklus ketergantungan pada pestisida.
a. Monitoring Sebagai Kunci: Sensus populasi ulat api dan musuh alaminya secara rutin adalah fondasi utama PHT. Keputusan untuk melakukan pengendalian harus selalu didasarkan pada data apakah populasi telah melampaui ambang kritis, bukan berdasarkan jadwal kalender.
b. Pengendalian Hayati (Konservasi Musuh Alami):
Pemanfaatan Predator: Serangga predator seperti Sycanus sp. (Hemiptera: Reduviidae) adalah musuh alami yang sangat efektif dalam memangsa larva ulat api. Predator ini menusuk ulat dengan probosisnya dan menghisap cairan tubuhnya hingga ulat mengkerut dan mati.
Konservasi Habitat: Untuk melestarikan dan meningkatkan populasi Sycanus sp. dan parasitoid lainnya, sangat dianjurkan untuk menanam tanaman bermanfaat (beneficial plants) di area kebun, seperti di pinggir jalan atau ujung blok. Tanaman seperti Bunga Pukul Delapan (Turnera subulata) dan Air Mata Pengantin (Antigonon leptopus) menyediakan nektar sebagai sumber makanan alternatif bagi predator dewasa, sehingga mereka dapat bertahan hidup dan berkembang biak di ekosistem kebun. Menanam tanaman ini bukan sekadar penghijauan, melainkan investasi strategis untuk membangun ketahanan ekosistem.
c. Pengendalian Mekanis: Pada tanaman yang masih rendah (TBM) atau saat serangan masih terlokalisir, pengutipan manual (hand-picking) telur, larva, dan pupa dapat menjadi metode yang efektif untuk menekan populasi awal.
d. Pengendalian Kimiawi yang Bijak:
Ini adalah pilihan terakhir dan hanya dilakukan jika hasil sensus menunjukkan populasi telah melampaui ambang kritis.
Gunakan insektisida kontak dengan bahan aktif yang direkomendasikan seperti Deltametrin.
Untuk tanaman tinggi, metode aplikasi yang paling efektif adalah fogging (pengasapan) atau mist blower. Aplikasi sebaiknya dilakukan pada malam hari saat ngengat aktif dan kondisi cuaca tenang (tidak hujan atau berangin kencang). Dosis anjuran bervariasi, misalnya 2 cc/liter air atau 250 cc/ha, tergantung pada produk dan kondisi lapangan.
Bab 3: Ulat Kantong (Famili: Psychidae) – Hama Kamuflase Perusak Tajuk
Ulat kantong merupakan kelompok hama pemakan daun yang unik dan seringkali sulit dideteksi pada tahap awal serangan. Termasuk dalam Famili Psychidae, ciri khas utama hama ini adalah larvanya yang hidup dan berkembang di dalam sebuah kantung yang dibuatnya sendiri dari potongan daun, ranting kecil, dan benang sutra. Kantung ini tidak hanya berfungsi sebagai pelindung dari predator dan kondisi cuaca, tetapi juga sebagai kamuflase yang sempurna di antara dedaunan kelapa sawit.
[Gambar: Ulat kantong Metisa plana yang menggantung di permukaan bawah daun kelapa sawit.]
3.1. Biologi Unik: Hidup dalam Selubung Daun
Siklus hidup ulat kantong memiliki beberapa keunikan yang membedakannya dari hama lain. Hampir seluruh fase hidupnya, mulai dari larva, pupa, hingga imago betina, dihabiskan di dalam kantung.
Dimorfisme Seksual Ekstrem: Terdapat perbedaan penampilan yang sangat mencolok antara jantan dan betina dewasa. Imago jantan berkembang menjadi ngengat bersayap yang dapat terbang untuk mencari pasangan. Sebaliknya, imago betina tetap berbentuk seperti larva, tidak memiliki sayap, dan menghabiskan seluruh hidupnya di dalam kantung, menunggu kedatangan jantan untuk kawin.
Penyebaran: Setelah telur menetas di dalam kantung betina, larva-larva instar pertama akan keluar dan menggantung pada benang sutra. Mereka kemudian menyebar ke tanaman lain dengan bantuan angin, memulai koloni baru.
3.2. Spesies Dominan dan Perbedaannya
Di Indonesia, beberapa spesies ulat kantong yang menjadi hama penting pada kelapa sawit adalah Metisa plana, Mahasena corbetti, dan Clania tertia. Identifikasi spesies yang benar penting untuk menentukan strategi pengendalian yang tepat.
Metisa plana: Merupakan salah satu spesies yang paling umum dijumpai. Ukurannya relatif kecil, dengan panjang larva dewasa sekitar 12 mm dan panjang kantung 15-17 mm. Kantungnya berbentuk seperti kerucut yang menggantung di permukaan bawah daun. Gejala serangan khas dari M. plana adalah daun yang tampak berlubang-lubang secara tidak beraturan. Siklus hidupnya berlangsung sekitar 3 bulan, dengan stadia larva sekitar 50 hari.
Mahasena corbetti: Spesies ini berukuran jauh lebih besar dibandingkan M. plana, dengan larva dapat mencapai panjang 30-50 mm. Kantungnya juga lebih besar dan terbuat dari potongan daun yang lebih kasar. Serangannya lebih destruktif, di mana larva tidak hanya melubangi daun tetapi memakan seluruh helai daun hingga hanya menyisakan lidi, mirip dengan serangan ulat api. Betina M. corbetti sangat produktif, mampu menghasilkan 2.000-3.000 telur.
Clania sp.: Dilaporkan sebagai hama yang statusnya meningkat, terutama di area konversi lahan dari hutan (misalnya akasia) menjadi perkebunan kelapa sawit. Spesies ini bersifat polifag (memakan banyak jenis tanaman) dan memiliki daya rusak yang dilaporkan lebih parah dibandingkan M. plana dan M. corbetti.
3.3. Gejala Serangan dan Kerugian
Serangan ulat kantong seringkali tidak disadari hingga mencapai tingkat yang parah. Larva muda (instar awal) hanya memakan lapisan epidermis di permukaan bawah daun. Seiring pertumbuhannya, larva yang lebih besar akan memakan seluruh jaringan daun.
Gejala serangan yang masif ditandai dengan tajuk tanaman yang tampak kering, berwarna abu-abu, dan dari kejauhan terlihat seperti terbakar. Daun-daun yang terserang hebat akan mengering dan mati. Kondisi ini sangat mengganggu fotosintesis dan dapat menyebabkan kehilangan daun hingga 50-75%, yang berujung pada penurunan produksi TBS hingga 40%.
[Gambar: Kerusakan daun kelapa sawit akibat serangan ulat kantong, menunjukkan daun yang berlubang dan mengering.]
3.4. Strategi Pengendalian Terpadu untuk Ulat Kantong
Biologi unik ulat kantong yang selalu terlindung di dalam kantungnya secara langsung menentukan strategi pengendalian yang paling efektif. Kantung tersebut memberikan perlindungan fisik yang signifikan terhadap semprotan insektisida kontak. Oleh karena itu, metode aplikasi yang dapat menembus atau melewati pertahanan ini menjadi kunci keberhasilan.
a. Pengendalian Mekanis: Untuk tanaman yang masih rendah (TBM) atau pada saat sensus di mana populasi masih terpantau rendah, pengutipan kantung secara manual (hand-picking) dan pemusnahannya adalah metode yang sangat efektif untuk mencegah penyebaran lebih lanjut.
b. Pengendalian Hayati: Pemanfaatan musuh alami seperti parasitoid dan predator tetap menjadi bagian penting dari PHT. Selain itu, penggunaan insektisida biologis yang mengandung bakteri Bacillus thuringiensis (Bt) dapat menjadi alternatif yang lebih ramah lingkungan. Ketika termakan oleh larva, toksin dari Bt akan merusak sistem pencernaan ulat dan menyebabkannya mati.
c. Pengendalian Kimiawi yang Tepat Sasaran:
Injeksi Batang: Untuk Tanaman Menghasilkan (TM) yang sudah tinggi dan sulit dijangkau, metode injeksi batang adalah yang paling efektif. Insektisida sistemik, seperti yang berbahan aktif Asefat atau Dimehipo, disuntikkan ke dalam batang tanaman. Insektisida ini kemudian akan diserap dan ditranslokasikan oleh tanaman ke seluruh jaringannya, termasuk daun. Ketika ulat kantong memakan daun tersebut, ia akan terpapar racun dari dalam. Metode ini secara cerdas melewati pertahanan fisik kantung, menjadikannya solusi unggul untuk serangan pada tanaman tinggi.
Penyemprotan dengan Drone: Untuk cakupan areal yang luas, teknologi drone dapat digunakan untuk aplikasi insektisida. Drone dapat terbang rendah di atas kanopi dan menyemprotkan insektisida secara lebih merata dan efisien dibandingkan metode darat.
Penyemprotan Konvensional: Untuk tanaman muda, aplikasi dengan mist blower atau knapsack sprayer masih dapat dilakukan, namun efektivitasnya mungkin lebih rendah dibandingkan injeksi batang pada tanaman yang lebih tua.
Bab 4: Tikus (Rattus tiomanicus) – Hama Pengerat Serba Rusak
Tikus, khususnya tikus pohon (Rattus tiomanicus), adalah salah satu hama vertebrata utama di perkebunan kelapa sawit. Berbeda dengan hama serangga yang serangannya seringkali spesifik pada daun atau pucuk, tikus merusak hampir semua bagian tanaman pada berbagai fase pertumbuhan, mulai dari bibit hingga tanaman yang sudah menghasilkan. Sifatnya sebagai hewan pengerat dan kemampuannya berkembang biak dengan cepat menjadikannya musuh yang persisten dan sulit dikendalikan.
4.1. Identifikasi Serangan dan Dampak Ganda
Kerusakan akibat tikus dapat diidentifikasi melalui tanda-tanda spesifik pada berbagai bagian tanaman:
Pada Tanaman Muda (TBM): Tikus sering menyerang tanaman yang baru ditanam di lapangan. Mereka mengerat bagian bonggol atau pangkal batang hingga mencapai titik tumbuh. Serangan ini sangat fatal dan seringkali menyebabkan kematian tanaman, yang mengakibatkan kerugian biaya bibit dan tenaga kerja untuk penyulaman.
Pada Tanaman Menghasilkan (TM):
Buah: Tikus memakan buah, baik yang masih mentah maupun yang sudah masak di tandan. Mereka meninggalkan bekas keratan atau gigitan yang khas. Brondolan (buah yang jatuh) juga menjadi sasaran utama, di mana tikus akan memakannya hingga hanya menyisakan serat.
Bunga: Tikus juga memakan bunga jantan. Kerusakan ini memiliki dampak ganda. Selain mengurangi sumber serbuk sari, kerusakan bunga jantan juga menghancurkan habitat serangga penyerbuk esensial, Elaeidobius kamerunicus, yang hidup dan berkembang biak di dalamnya. Penurunan populasi serangga penyerbuk ini akan berdampak negatif pada tingkat keberhasilan penyerbukan dan pembentukan buah.
Kerugian Kualitas CPO: Dampak serangan tikus tidak hanya berhenti pada kehilangan kuantitas buah. Luka bekas gigitan pada buah memicu reaksi enzimatik yang meningkatkan kadar Asam Lemak Bebas (ALB atau FFA). Tingginya kadar FFA akan menurunkan kualitas dan harga jual CPO secara signifikan.
4.2. Strategi Pengendalian Terpadu untuk Tikus
Pengendalian tikus dengan hanya mengandalkan rodentisida seringkali tidak memberikan hasil yang memuaskan dalam jangka panjang dan menimbulkan biaya operasional yang terus berulang. Oleh karena itu, pendekatan terpadu yang menggabungkan berbagai metode menjadi sangat penting. Pengendalian tikus menggunakan predator alami seperti Tyto alba (burung hantu) merepresentasikan pergeseran paradigma dari manajemen hama jangka pendek ke manajemen ekosistem jangka panjang. Ini bukan hanya pilihan yang "ramah lingkungan", tetapi juga merupakan strategi ekonomi yang lebih cerdas. Pembangunan rumah burung hantu (Gupon) adalah investasi modal awal yang menciptakan "pabrik predator" alami yang mandiri. Satu pasang Tyto alba dan keturunannya dapat menjaga puluhan hektar kebun selama bertahun-tahun, secara drastis mengurangi ketergantungan dan biaya pembelian rodentisida.
a. Pengendalian Kultur Teknis dan Fisik:
Sanitasi Lingkungan: Menjaga kebersihan kebun dengan membersihkan gulma, tumpukan pelepah, dan sampah lainnya sangat penting untuk mengurangi tempat persembunyian dan sarang tikus.
Pembersihan Epifit: Tumbuhan paku-pakuan yang menempel pada batang kelapa sawit seringkali menjadi sarang yang ideal bagi tikus pohon. Membersihkan epifit ini secara rutin dapat menghilangkan habitat mereka.
Perlindungan Bibit: Untuk melindungi tanaman yang baru ditanam, pemasangan pagar seng setinggi sekitar 20 cm di sekeliling pangkal batang terbukti efektif mencegah tikus memanjat dan merusak bonggol.
Gropyokan: Tindakan fisik dengan membongkar sarang-sarang tikus yang ditemukan dan membunuh tikus secara langsung dapat dilakukan secara berkala untuk mengurangi populasi secara lokal.
b. Pengendalian Hayati: Sang Predator Malam, Tyto alba
Pemanfaatan burung hantu Serak Jawa (Tyto alba) adalah salah satu metode pengendalian hayati yang paling sukses dan berkelanjutan untuk hama tikus di perkebunan kelapa sawit.
Efektivitas Tinggi: Tyto alba adalah predator nokturnal, yang berarti waktu berburunya selaras dengan waktu aktif tikus. Hampir 99% dari makanannya adalah tikus. Seekor burung hantu mampu memangsa 2 hingga 5 ekor tikus setiap malam, atau setara dengan 1.500 hingga 1.800 ekor tikus per tahun.
Implementasi di Lapangan: Keberhasilan program ini bergantung pada penyediaan sarang buatan yang disebut Gupon (Rumah Burung Hantu). Gupon-gupon ini dipasang di tiang-tiang tinggi yang tersebar di seluruh areal perkebunan dengan kepadatan tertentu, misalnya satu Gupon untuk setiap 15-30 Ha, untuk mendorong populasi Tyto alba agar menetap dan berkembang biak. Keberadaan Tyto alba harus menjadi alasan untuk menghindari penggunaan rodentisida, karena racun tersebut dapat menyebabkan kematian sekunder pada burung hantu yang memangsa tikus yang telah terkontaminasi.
c. Pengendalian Kimiawi Berdasarkan Sensus:
Penggunaan umpan beracun (rodentisida) harus menjadi pilihan terakhir dan pelengkap, bukan strategi utama. Tindakan ini hanya direkomendasikan jika hasil sensus menunjukkan tingkat serangan baru telah melampaui ambang batas yang ditetapkan, misalnya lebih dari 5%.
Rodentisida yang umum digunakan adalah jenis antikoagulan generasi kedua, seperti yang berbahan aktif Brodifacoum. Racun ini bekerja dengan cara mengganggu proses pembekuan darah, sehingga tikus akan mati beberapa hari setelah memakan umpan. Cara kerja yang lambat ini mencegah tikus lain menjadi jera terhadap umpan (bait shyness).
Bab 5: Fondasi Pertahanan Kebun – Implementasi Pengendalian Hama Terpadu (PHT)
Setelah membahas secara mendalam hama-hama utama dan strategi pengendalian spesifik untuk masing-masing, penting untuk menyatukan semua elemen ini ke dalam sebuah kerangka kerja yang koheren dan berkelanjutan: Pengendalian Hama Terpadu (PHT). PHT bukanlah sekadar daftar teknik, melainkan sebuah filosofi manajemen yang memandang perkebunan sebagai sebuah ekosistem.
Transisi dari pengendalian konvensional ke PHT pada dasarnya adalah pergeseran dari "manajemen produk" (fokus pada pembelian dan aplikasi pestisida) menjadi "manajemen pengetahuan". Keberhasilan PHT sangat bergantung pada pemahaman mendalam tentang ekologi hama dan musuh alaminya, pengumpulan data yang akurat melalui monitoring, dan pengambilan keputusan yang didasarkan pada analisis data tersebut. Investasi dalam pelatihan sumber daya manusia (petugas sensus) dan adopsi teknologi monitoring adalah prasyarat fundamental untuk implementasi PHT yang sukses, yang pada akhirnya akan memberikan keuntungan ekonomi dan ekologis yang signifikan.
5.1. Merangkum Filosofi PHT
PHT adalah pendekatan pengelolaan OPT yang secara cermat mempertimbangkan dan mengintegrasikan semua teknik pengendalian yang tersedia, dengan tujuan menjaga populasi hama di bawah tingkat yang dapat menyebabkan kerugian ekonomi. Tujuan utamanya bukan untuk memusnahkan hama hingga tuntas, melainkan untuk mengelolanya secara cerdas. PHT memprioritaskan metode-metode yang paling tidak mengganggu keseimbangan ekosistem, seperti:
Pencegahan: Melalui praktik agronomi yang baik (kultur teknis).
Konservasi: Melestarikan dan memanfaatkan musuh alami (pengendalian hayati).
Intervensi: Menggunakan metode mekanis, fisik, dan kimiawi secara bijaksana sebagai langkah terakhir.
5.2. Pilar Utama PHT: Monitoring dan Ambang Ekonomi
Dua pilar yang menopang seluruh bangunan PHT adalah monitoring dan ambang ekonomi. Tanpa keduanya, setiap tindakan pengendalian akan bersifat spekulatif dan berpotensi tidak efisien.
Monitoring (Sensus): Ini adalah kegiatan pengamatan rutin dan sistematis untuk mengumpulkan data tentang populasi hama, tingkat kerusakan yang ditimbulkannya, serta populasi musuh alami yang ada di lapangan. Data hasil sensus adalah dasar dari semua keputusan dalam PHT. Tanpa data yang valid, mustahil untuk mengetahui kapan dan di mana tindakan pengendalian diperlukan.
Ambang Ekonomi (AE): Ini adalah batas kepadatan populasi hama di mana tindakan pengendalian harus segera dilakukan untuk mencegah terjadinya kerugian ekonomi yang lebih besar. Pada titik ini, biaya yang dikeluarkan untuk pengendalian diperkirakan akan lebih rendah daripada nilai kerugian hasil yang akan diderita jika hama dibiarkan berkembang biak. Konsep ini memastikan bahwa intervensi, terutama yang bersifat kimiawi, hanya dilakukan saat benar-benar diperlukan.
Sistem Peringatan Dini (Early Warning System - EWS): Dengan menggabungkan data sensus dari waktu ke waktu, perkebunan dapat membangun sebuah sistem peringatan dini. EWS memungkinkan manajer kebun untuk mendeteksi tren peningkatan populasi hama sejak awal, sehingga intervensi dapat dilakukan sebelum populasi meledak menjadi wabah (outbreak) yang sulit dan mahal untuk dikendalikan.
5.3. Teknologi dalam PHT Modern
Implementasi PHT di era modern didukung oleh kemajuan teknologi yang membuat proses monitoring dan pengendalian menjadi lebih efisien dan akurat.
Aplikasi Seluler: Penggunaan aplikasi berbasis smartphone untuk pencatatan data sensus memungkinkan petugas lapangan untuk menginput data secara langsung. Ini memutus rantai pelaporan manual yang lambat dan rawan kesalahan, memungkinkan data terkirim secara real-time ke manajemen untuk pengambilan keputusan yang lebih cepat.
Teknologi Drone: Drone dapat digunakan untuk pemetaan kesehatan tanaman dalam skala luas. Dengan sensor multispektral, drone dapat mendeteksi area yang mengalami stres (misalnya karena serangan hama) sebelum terlihat oleh mata telanjang. Selain untuk monitoring, drone juga dapat digunakan untuk aplikasi pestisida yang lebih presisi dan tertarget, mengurangi penggunaan bahan kimia dan meminimalkan dampaknya terhadap lingkungan.
5.4. Langkah Praktis Menuju Kebun yang Berkelanjutan
Menerapkan PHT adalah sebuah proses berkelanjutan yang membutuhkan komitmen. Berikut adalah langkah-langkah praktis yang dapat diambil oleh perkebunan:
Membangun Program Sensus: Tetapkan jadwal dan metodologi sensus yang jelas untuk semua hama utama.
Identifikasi dan Konservasi: Latih petugas untuk mengenali tidak hanya hama, tetapi juga musuh-musuh alaminya. Hindari praktik yang dapat merusak populasi musuh alami.
Implementasi Beneficial Plants: Mulai program penanaman tanaman bermanfaat seperti Turnera subulata dan Antigonon leptopus di area-area non-produktif seperti pinggir jalan dan sekitar kantor.
Mulai Program Percontohan Hayati: Jika belum ada, mulailah dengan proyek percontohan, misalnya dengan membangun beberapa Gupon Tyto alba di blok yang memiliki tingkat serangan tikus tertinggi untuk mengevaluasi efektivitasnya.
Pelatihan Berkelanjutan: Investasikan dalam pelatihan bagi seluruh staf lapangan, mulai dari pemanen hingga manajer, tentang prinsip-prinsip PHT, identifikasi hama, dan pentingnya pengambilan keputusan berbasis data.
Tabel 3: Matriks Strategi Pengendalian Hama Terpadu (PHT)
Hama Utama | Pencegahan / Kultur Teknis | Pengendalian Hayati | Pengendalian Mekanis / Fisik | Pengendalian Kimiawi (Opsi Terakhir) |
---|---|---|---|---|
Kumbang Tanduk | Sanitasi breeding site (batang lapuk, TKS) | Aplikasi jamur Metarhizium anisopliae pada breeding site | Pengutipan larva manual, pemasangan perangkap feromon | - |
Ulat Api | Menjaga kebersihan piringan | Konservasi predator (Sycanus sp.) dengan menanam beneficial plants (Turnera subulata) | Pengutipan manual telur & larva pada TBM | Fogging atau mist blower dengan insektisida kontak (misal: Deltametrin) jika > ambang kritis |
Ulat Kantong | Monitoring rutin | Pemanfaatan parasitoid, aplikasi Bacillus thuringiensis (Bt) | Pengutipan kantung secara manual pada TBM | Injeksi batang dengan insektisida sistemik (misal: Asefat) untuk TM |
Tikus | Sanitasi kebun, pembersihan epifit | Pemanfaatan predator burung hantu (Tyto alba) dengan penyediaan Gupon | Pemasangan pagar seng pada bibit, gropyokan | Pengumpanan dengan rodentisida antikoagulan (misal: Brodifacoum) jika serangan > 5% |
Karya yang dikutip
1. Survei Hama Pada Perkebunan Kelapa Sawit Rakyat di Kecamatan Sembilan Koto Kabupaten Dharmasraya, https://agriprima.polije.ac.id/index.php/journal/article/download/v4i1-b/pdf/1322 2. Mengenal Ulat Kantung Mahasena Corbetti Kelapa Sawit Dan Pengendaliannya, https://ditjenbun.pertanian.go.id/mengenal-ulat-kantung-mahasena-corbetti-kelapa-sawit-dan-pengendaliannya/ 3. Balai Pelindungan Tanaman Perkebunan Pontianak » MENGENAL METODE PENGENDALIAN HAMA TIKUS PADA KEBUN BIBIT KELAPA SAWIT, https://balaipontianak.ditjenbun.pertanian.go.id/?p=4412 4. Cara Mengendalikan Hama Tikus di Perkebunan Kelapa Sawit - Corteva.id, https://www.corteva.id/berita/Cara-Mengendalikan-Hama-Tikus-di-Perkebunan-Kelapa-Sawit.html 5. intensitas serangan tikus di perkebunan kelapa sawit: studi kasus di kabupaten tanjung jabung timur, jambi - Warta PPKS, https://warta.iopri.org/index.php/Warta/article/download/139/91 6. Kumbang tanduk - Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas, https://id.wikipedia.org/wiki/Kumbang_tanduk 7. sistem android monitoring hama dan penyakit pada ... - Warta PPKS, https://warta.iopri.org/index.php/Warta/article/download/6/3 8. Panduan Praktis Pengendalian Hama Terpadu Kelapa Sawit untuk Petani, https://www.kabarsawitindonesia.com/2025/07/26/pengendalian-hama-terpadu-sawit/ 9. Pengendalian Hama Terpadu pada Peremajaan Sawit Rakyat di Kecamatan - IPB Journal, https://journal.ipb.ac.id/index.php/JIPI/article/download/51974/28557 10. PENGENALAN HAMA DOMINAN PADA KELAPA SAWIT PADA KEBUN MASYARAKAT DI KECAMATAN KUANTAN HILIR SEBERANG KABUPATEN KUANTAN SINGINGI A, https://journal.ummat.ac.id/index.php/JADM/article/download/5996/3459 11. Chapter 2 - II. TINJAUAN PUSTAKA, http://202.162.198.147:1111/repo/download/paper/sp6386c406e0365/chapter2/sp6386c406e0365_paper_chapter_2.pdf 12. II. TINJAUAN PUSTAKA, http://scholar.unand.ac.id/460880/6/Tipus%20.pdf 13. PENGELOLAAN HAMA ORYCTES RHINOCEROS DI PERKEBUNAN KELAPA SAWIT KEBUN AEK NABARA, PT.SUPRA MATRA ABADI SKRIPSI DISUSUN OLEH MARI - Repository Instiper Yogyakarta, https://eprints.instiperjogja.ac.id/id/eprint/2397/2/COVER%20SD%20INTI%20SARI_21299.pdf 14. Mengenal Ekologi Kumbang Tanduk (Oryctes rhinoceros): Musuh ..., https://distan.bulelengkab.go.id/informasi/detail/artikel/72_mengenal-ekologi-kumbang-tanduk-oryctes-rhinoceros-musuh-utama-petani-kelapa 15. REGU PENGENDALI OPT KABUPATEN DELISERDANG DALAM PENERAPAN PHT, https://balaimedan.ditjenbun.pertanian.go.id/regu-pengendali-opt-kabupaten-deliserdang-dalam-penerapan-pht/ 16. Pengendalian Kumbang Oryctes rhinoceros Pada Tanaman Kelapa, https://ditjenbun.pertanian.go.id/pengendalian-kumbang-oryctes-rhinoceros-pada-tanaman-kelapa/ 17. Tekanan Metarhizium anisopliae dan Feromon terhadap Populasi ..., https://jurnal.ugm.ac.id/jpti/article/view/17260 18. RHINOCEROS BEETLE TRAP Rumah Kumbang Pheromone Perangkap Kumbang Tanduk Sime Darby Untuk Kebun Kelapa Sawit 抓捉甲虫陷阱 | Shopee Malaysia, https://shopee.com.my/RHINOCEROS-BEETLE-TRAP-Rumah-Kumbang-Pheromone-Perangkap-Kumbang-Tanduk-Sime-Darby-Untuk-Kebun-Kelapa-Sawit-%E6%8A%93%E6%8D%89%E7%94%B2%E8%99%AB%E9%99%B7%E9%98%B1-i.473892906.6597490167 19. EFEKTIVITAS PERANGKAP KUMBANG TANDUK (Oryctes rhinoceros) MENGGUNAKAN FEROMON PADA KETINGGIAN DAN WARNA YANG BERBEDA DI TANAMAN BELUM MENGHASILKAN (TBM), https://repo.itsi.ac.id/index.php?p=show_detail&id=578 20. Uji Tingkat Ketinggian Pemasangan Perangkap Feromon Dalam Pengendalian Kumbang Tanduk (Oryctes rhinoceros L.) Pada Tanaman Kelapa - UMY Repository, https://repository.umy.ac.id/bitstream/handle/123456789/19886/NASKAH%20PUBLIKASI.pdf?sequence=12&isAllowed=y 21. Pengendalian Hama dan Penyakit Terpadu - Astra Agro Lestari, https://www.astra-agro.co.id/pembatasan-penggunaan-pestisida/ 22. Pengendalian Hama Kelapa di Desa Kragan: Aplikasi Agensi Hayati Metarhizium Anisopliae untuk Menanggulangi Kumbang Tanduk | Dinas Pertanian, Pangan dan Perikanan, https://dispertanpp.karanganyarkab.go.id/2025/02/13/pengendalian-hama-kelapa-di-desa-kragan-aplikasi-agensi-hayati-metarhizium-anisopliae-untuk-menanggulangi-kumbang-tanduk/ 23. APLIKASI JAMUR BEAUVERIA BASSIANA DAN METARHIZIUM ANISOPLIAE UNTUK PENGENDALIAN HAMA KUMBANG TANDUK (ORYCTES RHINOCEROS) - Jurnal INSTIPER, https://jurnal.instiperjogja.ac.id/index.php/AGI/article/download/228/248/983 24. PEMANFAATAN JAMUR METHARIZIUM ANISOPLIAE BERASAL DARI ISOLAT BRONTISPA LONGISSIMA MENGENDALIKAN LARVA (ORYCTES RHINOCEROS) SECAR, https://ejournal.polbangtanmedan.ac.id/index.php/agrica/article/download/101/54/ 25. EKSPLORASI DAN IDENTIFIKASI LARVA KUMBANG TANDUK (Oryctes rhinoceros L) YANG TERINFEKSI JAMUR Metarhizium anisopliae DI AFDELING 1 KEBUN AIR BATU PTPN IV - Institut Teknologi Sawit Indonesia, https://repo.itsi.ac.id/index.php?p=show_detail&id=814&keywords= 26. PENGENDALIAN HAMA KELAPA LARVA KUMBANG BADAK (Oryctes rhinoceros, L.) INSTAR - Journal UMY - Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, https://journal.umy.ac.id/index.php/pt/article/download/3108/2846/8513 27. Begini Cara Kendalikan Hama Kumbang Tanduk di Kebun Sawit - Sawitplus.co, https://sawitplus.co/news/detail/1721/begini-cara-kendalikan-hama-kumbang-tanduk-di-kebun-sawit 28. Kiat Mengatasi Serangan Ulat Api yang Menyerang Tanaman Kelapa Sawit, https://doktor.pertanian.uma.ac.id/2023/09/kiat-mengatasi-serangan-ulat-api-yang-menyerang-tanaman-kelapa-sawit-2/ 29. Ulat Api Gejala serangan Helaian daun berlubang atau habis sama ..., https://disbun.kaltimprov.go.id/download/ulat-api 30. 12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Ulat Api 1. Klasifikasi Ulat Api Klasifikasi ulat api menurut Kalshoven (2002) sebagai berikut - Repository UIN Raden Fatah Palembang, https://repository.radenfatah.ac.id/11424/2/c.%20BAB%20II.pdf 31. Pengendalian Hama Ulat Api (Setora nitens) dengan Menggunakan Bahan Aktif Deltametrin dan Ekstrak Daun Mimba - jurnal - ulb, https://jurnal.ulb.ac.id/index.php/JMATEK/article/download/1928/1776 32. 4 Jenis Ulat Api Kelapa Sawit - Gokomodo, https://gokomodo.com/blog/4-jenis-ulat-api-kelapa-sawit 33. Mengenal Ulat Api Pada Kelapa Sawit Dan Pengendaliannya, https://ditjenbun.pertanian.go.id/mengenal-ulat-api-pada-kelapa-sawit-dan-pengendaliannya/ 34. Mengenal Ulat Api Pada Kelapa Sawit Dan Pengendaliannya - Lentera DESA, https://lenteradesa.id/diskusi/artikel/3-Maret-2024/10067/mengenal-ulat-api-pada-kelapa-sawit-dan-pengendaliannya 35. UNTUK PENGENDALIAN ULAT API DAN ULAT KANTUNG - Pusat Penelitian Kelapa Sawit, https://iopri.co.id/warta/download/208 36. Identifikasi Gejala Serangan Hama Ulat Api (Setothosea Asigna) dan Cara Pengendaliannya pada Tanaman Kelapa Sawit - Repository Conference | Universitas Sriwijaya, https://conference.unsri.ac.id/index.php/lahansuboptimal/article/viewFile/2496/1537 37. Gejala Serangan dan Cara Pengendalian Hama Ulat Api (Setothosea asigna) pada Tanaman Kelapa Sawit Halaman 1 - Kompasiana.com, https://www.kompasiana.com/khulia50395/6582b68ec57afb2092275302/gejala-serangan-dan-cara-pengendalian-hama-ulat-api-setothosea-asigna-pada-tanaman-kelapa-sawit 38. Kementerian Pertanian Direktorat Jenderal Perkebunan » Predator ..., https://ditjenbun.pertanian.go.id/predator-pemangsa-ulat-pemakan-daun-kelapa-sawit/ 39. sistem manajemen pengendalian ulat pemakan daun kelapa sawit yang berwawasan lingkungan, https://ejurnal.itsi.ac.id/index.php/JAE/article/view/268/215 40. Asian Agri: Sycanus Si Predator Hama Ulat Api - YouTube, https://m.youtube.com/watch?v=tyetN8HJrkc 41. Mengenal 7 Jenis Hama Kelapa Sawit dan Cara Pengendaliannya - Gokomodo, https://gokomodo.com/blog/mengenal-7-jenis-hama-kelapa-sawit-dan-cara-pengendaliannya 42. PENGENDALIAN HAMA ULAT API DENGAN METODE PENGAPLIKASIAN MESIN FOGGING YANG TEPAT SASARAN DAN SESUAI KEBUTUHAN PADA PERKEBUNAN KELAPA SAWIT - PT. Panorama Ladang Usindo, https://panorama-l-u.co.id/2023/10/10/pengendalian-hama-ulat-api-dengan-metode-pengaplikasian-mesin-fogging-yang-tepat-sasaran-dan-sesuai-kebutuhan-pada-perkebunan-kelapa-sawit/ 43. EFEKTIVITAS PENGENDALIAN HAMA ULAT API (Setothosea asigna) METODE INJEKSI BATANG DAN FOGGING DI KEBUN SUNGAI DUA ESTATE PT. SALIM IVOMAS PRATAMA Tbk., https://repo.itsi.ac.id/index.php?p=show_detail&id=502&keywords= 44. Mengenal Berbagai Jenis Ulat Kantung dan Ulat Bulu di Areal ..., https://srs-ssms.com/id/mengenal-berbagai-jenis-ulat-kantung-dan-ulat-bulu-di-areal-lahan-perkebunan-kelapa-sawit/ 45. Balai Besar Perbenihan dan Perlindungan Tanaman Perkebunan » ULAT KANTONG KELAPA SAWIT DAN UPAYA PENGENDALIANNYA, https://balaisurabaya.ditjenbun.pertanian.go.id/ulat-kantong-kelapa-sawit-dan-upaya-pengendaliannya/ 46. Ulat Kantong - Nufarm Indonesia, https://nufarm.com/id/product/ulatkantong/ 47. 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teoritis 2.1.1 Klasifikasi, http://202.162.198.147:1111/repo/download/paper/sp637d767d3de67/chapter2/sp637d767d3de67_paper_chapter_2.pdf 48. i. pendahuluan - (Polbangtan) Medan, https://www.polbangtanmedan.ac.id/upload/upload/ebook/HELMI.pdf 49. BIOLOGI ULAT KANTUNG Clan,a sp. PADA PERKEBUNAN KELAPA SAWIT Emilia sonchifolia, Nephrolepis biserrata, Abstract Metisa plana, M, https://iopri.co.id/journal/download/244 50. Identifikasi dan Pengendalian Hama Ulat Kantong (bagworm) pada Tanaman Kakao di Nurseri UPTD. PKDLHP, https://distankp.nttprov.go.id/web/artikel/identifikasi-dan-pengendalian-hama-ulat-kantong-bagworm-pada-tanaman-kakao-di-nurseri-uptd-pkdlhp/ 51. Pengendalian Hama Ulat Kantung Pada Tanaman Kelapa Sawit dengan Metode Injeksi Batang - Nufarm Indonesia, https://nufarm.com/id/pengendalian-ulat-kantong/ 52. Penggunaan Drone Pada Pencegahan Hama Ulat Kantong (Clani Tertia) Pada Tanaman Kelapa Sawit Menghasilkan - Jurnal UMP, https://jurnalnasional.ump.ac.id/index.php/AGRITECH/article/download/22179/7265 53. Penyemprotan Insektisida Meggunakan Drone untuk Pengendalian Hama Ulat Kantong (Clani tertia) pada Pertanaman Tanaman Kelapa Sawit Menghasilkan | Agritech - Jurnal UMP, https://jurnalnasional.ump.ac.id/index.php/AGRITECH/article/view/22179 54. PENGENDALIAN HAMA TIKUS PADA TANAMAN KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) FASE TANAMAN MENGHASILKAN (TM) DI PT HASNUR CITRA TERPADU, https://ejournal.polihasnur.ac.id/index.php/phssains/article/download/266/255/772 55. Hama Tikus Pada Tanaman Kelapa Sawit | PDF | Teknologi & Rekayasa - Scribd, https://ro.scribd.com/document/736477489/Hama-Tikus-Pada-Tanaman-Kelapa-Sawit 56. Analisis Serangan Hama Tikus Dan Monyet Pada Buah Kelapa Sawit di Perkebunan Rakyat Kabupaten Muaro Jambi - Jurnal Media Pertanian, https://jagro.unbari.ac.id/index.php/agro/article/download/267/162 57. 3 Cara Pengendalian Hama Tikus pada Bibit Kelapa Sawit - Gokomodo, https://gokomodo.com/blog/3-cara-pengendalian-hama-tikus-pada-bibit-kelapa-sawit 58. Implementasi Pengendalian Hama Tikus dengan Menggunakan Musuh Alami Burung Hantu (Tyto alba) di Perkebunan Kelapa Sawit - Publikasi Polbangtan Manokwari, https://jurnal.polbangtanmanokwari.ac.id/index.php/prosiding/article/download/1221/575/ 59. PEMANFAATAN Tyto alba SEBAGAI PENGENDALI HAMA TIKUS DI PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DI KABUPATEN KUANTAN SINGINGI - Neliti, https://media.neliti.com/media/publications/340036-pemanfaatan-tyto-alba-sebagai-pengendali-12063b91.pdf 60. Pengelolaan Hama Tanaman Kelapa Sawit ITSI | PDF - Scribd, https://id.scribd.com/document/867327374/Pengelolaan-Hama-Tanaman-Kelapa-Sawit-ITSI 61. Pengendalian Hama & Penyakit Terpadu - FAP Agri, https://fap-agri.com/pengendalian-hama-penyakit-terpadu/ 62. SISTEM ANDROID MONITORING HAMA DAN PENYAKIT PADA PERKEBUNAN KELAPA SAWIT - Warta PPKS, https://warta.iopri.org/index.php/Warta/article/view/6 63. Pemanfaatan Drone untuk Monitoring Kesehatan Tanaman di Perkebunan Sawit, https://terra-drone.co.id/pemanfaatan-drone-untuk-monitoring-kesehatan-tanaman-di-perkebunan-sawit/
Posting Komentar untuk "Panduan Lengkap Hama Utama pada Tanaman Kelapa Sawit dan Strategi Pengendaliannya"
Silahkan bertanya!!!
Posting Komentar