Indonesia vs Malaysia: Daya Saing CPO 2025 & Strategi Hadapi EUDR

Daftar Isi

Pendahuluan: Dua Raksasa CPO di Persimpangan Jalan

Indonesia dan Malaysia bagai dua raksasa yang mendominasi panggung Crude Palm Oil (CPO) global, menyumbang lebih dari 85% pasokan dunia. 

Persaingan keduanya selalu dinamis, bagaikan permainan catur strategis di kancah perdagangan internasional. 

Namun, di tahun 2025, lanskap persaingan ini tidak lagi hanya tentang siapa yang mengekspor lebih banyak, tetapi tentang siapa yang lebih tangguh menghadapi gelombang perubahan—dari kebijakan biodiesel domestik, regulasi lingkungan global seperti EU Deforestation Regulation (EUDR), hingga tantangan struktural seperti penuaan perkebunan dan tenaga kerja.

Peta dunia dengan panah merah dari Indonesia dan panah biru dari Malaysia yang menyebar ke berbagai benua, melambangkan dominasi ekspor CPO kedua negara di pasar global.

Peta Pasar Global: Di Mana Posisi Indonesia dan Malaysia?

Pada semester pertama 2025, Indonesia memperkuat posisinya sebagai pemain utama dengan volume ekspor yang terus bertumbuh

Asosiasi Sawit Indonesia (GAPKI) mencatat, ekspor minyak sawit Indonesia pada Juni 2025 melonjak 35.37% menjadi 3,606 juta ton dibandingkan bulan sebelumnya.

Aspek Indonesia Malaysia
Peringkat Global Eksportir Terbesar #1 Eksportir Terbesar #2
Nilai Ekspor H1 2025 US$ 11,43 Miliar US$ 1,774 Miliar
Tujuan Ekspor Kunci India, China, Pakistan, AS, Afrika India, China, UE, Kenya, Filipina

Anatomi Daya Saing: Mengejar Kuantitas vs. Fokus Nilai Tambah

1. Indonesia: Kekuatan Volume dan Hilirisasi

Kekuatan Indonesia terletak pada skala produksi yang masif dan kebijakan hilirisasi yang agresif. 

Produksi CPO Indonesia pada Juni 2025 mencapai 4,82 juta ton, didukung oleh luas perkebunan yang sangat luas.

2. Malaysia: Keunggulan Teknologi dan Keberlanjutan

Malaysia, dengan luas lahan yang lebih terbatas, berfokus pada produktivitas, efisiensi, dan sertifikasi keberlanjutan

Mereka secara aktif mempromosikan Malaysian Sustainable Palm Oil (MSPO) untuk membedakan produk mereka di pasar global.

Strategi Indonesia

  • Produsen dan eksportir CPO terbesar dunia
  • Kebijakan hilirisasi agresif (B35 menuju B50)
  • Skala produksi masif dengan biaya kompetitif

Strategi Malaysia

  • Fokus pada produk bernilai tambah tinggi
  • Sertifikasi keberlanjutan (MSPO) yang kuat
  • Teknologi traceability yang lebih maju

Gelombang Perubahan: Biodiesel, Regulasi, dan Tekanan Global

Kebijakan Biodiesel: Penyerapan Domestik vs. Ekspor

Indonesia secara lebih agresif menerapkan mandatori biodiesel, saat ini di level B35 dengan rencana menuju B50

Kebijakan ini sukses menyerap lebih dari 1 juta ton minyak sawit untuk konsumsi domestik per bulan.

EU Deforestation Regulation (EUDR): Tantangan dan Kesempatan

Regulasi Uni Eropa yang baru tentang deforestasi adalah tantangan terbesar bagi kedua negara

EUDR mensyaratkan produk komoditas, termasuk sawit, yang masuk ke pasar UE harus terbukti tidak berasal dari lahan yang mengalami deforestasi setelah 31 Desember 2020.

Ilustrasi pengusaha memindai barcode pada karung CPO menggunakan tablet untuk menunjukkan pentingnya ketertelusuran rantai pasok industri sawit.

Tantangan Masa Depan: Perkebunan yang Menua dan Tekanan Lingkungan

Krisis Penuaan Pohon dan Petani

Ini adalah ancaman struktural terbesar bagi industri sawit kedua negara. 

Lebih dari sepertiga areal perkebunan kelapa sawit di Indonesia dan Malaysia didominasi oleh pohon berusia di atas 20 tahun, yang sudah melewati masa puncak produktivitasnya.

"Food vs. Fuel vs. Export" dan Tekanan Lahan

Pemerintah Indonesia dihadapkan pada trilema kebijakan yang sulit: bagaimana membagi alokasi CPO antara untuk memenuhi kebutuhan pangan domestik, bahan baku biodiesel, dan komitmen ekspor.

Menyusun Strategi Menuju Kepemimpinan Global yang Berkelanjutan

Strategi untuk Indonesia:

  1. Akselerasi Replanting: Pemerintah perlu meningkatkan insentif dan mempermudah akses pendanaan bagi petani kecil.
  2. Tekankan Keberlanjutan dan Traceability: Memperkuat sistem sertifikasi dan ketertelusuran (ISPO).
  3. Optimalisasi Hilirisasi: Terus mendorong pengembangan industri hilir yang bernilai tambah lebih tinggi.

Strategi untuk Malaysia:

  1. Pemantapan Posisi Premium: Konsisten memposisikan CPO-nya sebagai produk premium yang berkelanjutan.
  2. Inovasi Teknologi: Terus berinvestasi dalam penelitian dan pengembangan.
  3. Dukungan untuk Smallholder: Memperkuat dukungan teknis dan finansial bagi smallholder.

Kesimpulan: Kolaborasi, Bukan Kompetisi, Kunci Masa Depan CPO

Persaingan Indonesia dan Malaysia di pasar CPO global akan terus berlanjut. 

Indonesia, dengan kekuatan volume dan hilirisasi, memegang tahta sebagai raja kuantitas. 

Malaysia, dengan keunggulan teknologi dan keberlanjutan, menguasai ceruk nilai tambah tinggi.

Namun, di atas semua persaingan itu, kedua raksasa ini menghadapi musuh bersama: tekanan regulasi global, tantangan produktivitas, dan isu lingkungan

Daripada saling bersaing secara membabi-buta, kolaborasi justru bisa menjadi kunci untuk membangun masa depan industri CPO yang berkelanjutan dan makmur.

Referensi

  • Indonesian Palm Oil Association (GAPKI). (2025). Indonesia's Palm Oil Exports Soar 35% in June 2025.
  • Reuters. (2025). Malaysia's palm oil stocks to drop as output slows and exports rise.
  • Khor Reports. (2025). The Haze Report 2025 on Palm Oil: Market Trends, Policy Shifts, Biofuel Expansion, and EU Deforestation Regulation.

Posting Komentar untuk "Indonesia vs Malaysia: Daya Saing CPO 2025 & Strategi Hadapi EUDR"